Oleh : Anthoni Ramli
Jurnalis Babel
Tahapan Pemilu boleh saja memasuki masa “TENANG” namun penulis pastikan banyak hati yang tengah “GAMANG”. Wabil khusus, para kontestasi Pemilihan Legislatif (Pileg) Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Dilansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “GAMANG” berarti takut (ngeri serta khawatir). Wajar saja, sejak ditetapkan sebagai Caleg, mereka berlomba -lomba merebut hati dan simpati masyarakat dengan berbagai strategi.
Yang pasti, itu bukan perkara mudah seperti ibarat membalikkan telapak tangan. Banyak yang harus mereka korbankan. Baik itu waktu, pemikiran, tenaga, hingga kocek sekalipun. Langkah itu patut kita diapresiasi. Semoga niat baik tersebut setimpal dengan cita-cita dan harapan mereka.
Minggu (11/2/2024) hari ini tahapan Pemilu Pemilu 2024 memasuki masa tenang sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum.
Masa tenang berlangsung selama tiga hari. Mulai Minggu, 11 Februari 2024 hingga Selasa, 13 Februari. Masa tenang adalah masa yang tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas kampanye Pemilu. Sehingga, tidak boleh ada aktivitas kampanye apapun.
Begitu pula dengan media massa cetak, media daring, media sosial, dan lembaga penyiaran, selama masa tenang dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak, atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kegiatan kampanye.
Bagi mereka para Caleg, masa “TENANG” mungkin hanya slogan semata. Justru, bisa jadi masa tenang ini menjadi fase yang paling mendebarkan bagi mereka. Percaya tidak.??. Bisa saja, asumsi penulis ini tidak semuanya benar.
Lalu, kira-kira apa yang dilakukan para peserta di masa tenang semacam ini?. Berdoa dan berikhtiar saja cukup, penulis pikir tidak. Selain “COST” politik, sebagian besar menganggap “MONEY” politik juga jadi penentu.
Cost politik adalah istilah yang menggambarkan kebutuhan biaya politik seperti alat peraga kampanye. Terdiri dari biaya social media, kaus baju, baleho ,spanduk dan lain sebagainya sebagai alat menyebarkan informasi bagi calon, termasuk juga biaya gaji atau upah tim sukses dan saksi yang sudah berkerja untuk si calon, bukan untuk “menyogok konstituen” untuk memilih calon.
Namun dibalik “COST” politik, kita tidak bisa mengesampingkan “MONEY” politik. Apalagi politik uang di Indonesia sudah menjadi budaya, sebagaimana kata Andi Wasis Komisioner KPUD Jember, dikutip dari Suara Timur Online.
Menurutnya, banyak caleg yang memiliki ambisi, rela mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, demi untuk mendapatkan suara. Tapi penulis yakin, tak semuanya demikian. Baik itu peserta kontestasi maupun pemilihnya.
Apapun cara mereka, yang terpenting perbedaan pilihan dalam pesta demokrasi lima tahuan tersebut tidak membuat kita anak Bangsa bercerai apalagi terpecah belah. Jangan lupa 14 Februari datang ke TPS terdekat, gunakan hak pilih ikak seperadik ok.